PURPOSIVE
BEHAVIOURISM THEORIES EDWARD CHACE TOLMAN
SUATU PENGANTAR
BELAJAR
Oleh :
Mashudi Zusro,S.H., M.Si
Sekolah Tinggi Agama Islam Grobogan (STAIG)
Maszoesfizoes@ymail.com
Jl. Kapten Rusdiyat 1 Kablukan Danyang Kec.
Purwodadi Kab. Grobogan
ABSTRAK
Edward Chace
Tolman merupakan salah satu tokoh psikologi yang berusaha untuk mengembangkan
teori-teori belajar yang telah dikemukakan oleh para pendahulunya. Teori Tolman
tentang belajar dikenal dengan istilah purposive
behaviourism. Teori ini adalah hasil rekayasa dan perpaduan yang cukup
hati-hati antara teori belajar psikologi Gestalt dan behavourism. Teori belajar
Tolman menekankan pada dasar-dasar teori kognitif yang membedakan teorinya
dengan teori S-R yang dikembangkan oleh Thorndike, Skinner, Guthrei dan Hull. Tolman
berpandangan bahwa secara obyektif tingkah laku molar itu dapat dipelajari, sebab
karakteristik secara umum dari tingkah laku molar[1] adalah memiliki
maksud atau tujuan tertentu. Tolman juga berusaha menggabungkan teori
behaviourism dengan ide-ide tentang pengetahuan (knowledge), pemikiran (thinking),
perencanaan (planning), kesimpulan (inference), tujuan (purpose) dan maksud (intention).
Menurut Tolman, tingkah laku (behaviour)
itu hanya dapat dideskripsikan sebagai tindakan (action) yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu. Sebagai contoh
seekor tikus yang lari dari kandang, seekor kucing yang keluar dari kotak,
seorang anak yang sembunyi karena melihat orang asing dan lain sebagainya tidak
dapat dilihat sebagai suatu tindakan semata-mata, akan tetapi mesti mempunyai
tujuan dan maksud tertentu. Tingkah laku tersebut tidak hanya sebagai
serangkaian unit analisis yang bersifat psikologis.
I. Pendahuluan
Dalam mencapai maksud dan tujuan (yang terefleksikan
dalam tingkah laku), suatu organisme akan sangat adaptif dan tergantung dengan
lingkungan yang melingkupinya. Sebagai contoh, jika seseorang tidak dapat
mengendarai mobil untuk pegi ke pasar maka ia dapat naik bus, motor, sepeda
atau jalan kaki bila perlu. Tindakan untuk memilih alternatif-alternatif
tersebut bukanlah respon yang bersifat refleks (otomatis). Akan tetapi,
bergantung pada lingkungan dan situasinya. Hal ini menunjukkan bahwa organisme
itu dapat menggunakan elemen-elemen pengetahuan dan menggabungkannya untuk
menemukan solusi dalam rangka mencapai tujuan tertentu, seperti menginginkan
sesuatu atau menghindari sesuatu. Tolman menyatakan bahwa suatu organisme itu
mempunyai:
1. Pengetahuan
tentang lingkungannya
2. Tempat
untuk mendapatkan tujuannya dan
3. Cara
untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Kesatuan pengetahuan tersebut merupakan hubungan
antara dua atau lebih stimulus sebagaimana teori classical conditioning pavlov atau antara stimulus, respon dan
stimulus yang mengikuti. Tiga istilah terakhir ini kemudian dikenal dengan expectancies (penghargaan/ kesigapan)
yang dapat dituliskan dalam rumus (S1-R1-S2) yang berarti organisme itu akan
belajar bahwa stimulus (S1) akan memunculkan respon (R1) dan akan diikuti oleh
stimulus (S2).[2]
Dalam kaitan ini, Tolman melihat bahwa asosiasi antara kedua perangsang itu
tidak hanya terjadi secara otomatis belaka tetapi asosiasi itu juga merupakan
sesuatu yang sangat berarti atau bermakna. Sebagai contoh tanda bel (sign) bagi anjing berarti bahwa sebentar
lagi muncul makanan (significate)
yang menimbulkan reaksi dalam mulut sebagai persiapan makan. Anjing sewaktu
mendengar bunyi bel itu sudah siap (expectance)
melahap makanannya dan berdasarkan pengalaman anjing tahu akan datang
perangsang yang menyusul bahkan mengantisipasi dan menantikan perangsang itu.
Contoh lain ketika seorang anak melihat
kilat (sign) setelah itu si anak
sudah siap dan mengantisipasi bunyi guntur yang keras (significate) yang diketahuinya akan menyusul dan membuat dia merasa
terkejut.[3]
Asumsi dasar dalam Teori Tolman adalah pengetahuan
itu didapatkan sebagai hasil dari perhatian dan penemuan hewan terhadap
peristiwa-peristiwa (event) yang
terjadi disekitar lingkungannya dan bukan karena adanya ganjaran (reward). Dengan ini maka Tolman
mengasumsikan bahwa dalam konsep (S1-R1-S2), expectancy akan semakin kuat bila hal tersebut terjadi
berturut-turut. Begitu juga sebaliknya, jika dalam event berikutnya ternyata R1
tidak diikuti dengan S2 maka expectancy tersebut akan lemah. Jadi dalam konteks
ini, expectancy merupakan kontribusi untuk menjelaskan efek dari training, generalisasi,
stimulus dan sebagainya. Tolman meyakini bahwa pengetahuan hewan tentang
lingkungannya diorganisasikan dalam peta pikirannya (cognitif map). Dengan cognitif map inilah seekor tikus yang
dijadikan obyek eksperimen dan diletakkan dalam jaringan ruwet (T-Maze) dapat mengenali lingkungannya
sehingga ia dapat melewatinya dengan tepat.
II.
Konsepsi-konsepsi
Dasar Purposive Behaviorism Theories
1. Confirmation
Vs Reinforcement
Sebagaimana Guthrie, konsep tentang penguatan (Reinforcement) oleh Tolman tidak
dianggap sebagai variabel dalam belajar, akan tetapi ia memunculkan istilah
penegasan (Confirmation). Dalam
konsepnya tentang cognitif map, Tolman menjelaskan bahwa organisme selalu
menggunakan expectancy. Expectancy tersebut kemudian memunculkan suatu praduga
tentang akan adanya sesuatu yang terjadi. Expectancy awal yang bersifat
sementara itu dinamakan dengan “hipotesis”
yang akhirnya hipotesis tersebut mungkin mendapat penegasan (confirmation) akan tetap digunakan,
sedangkan hipotesis yang tidak mendapatkan penegasan akhirnya hilang. Melalui
proses inilah cognitif map mulai berkembang.
Expectancy yang terus menerus akan mendapatkan
konfirmasi dan oleh Tolman disebut dengan keyakinan (belief). Sebab dengan adanya penegasan yang terus menerus akhirnya
organisme memiliki keyakinan (beliefing)
bahwa jika suatu tindakan dilakukan dengan cara tertentu maka akan menghasilkan
respon tertentu pula. Jadi penegasan (confimation)
dan expectancy dalam perkembangan cognitif map mirip dengan reinforcement sebagaimana diyakini kaum behaviourist.
2. Vicarious
Trial and Error
Berdasarkan eksperimennya, karakteristik tikus dalam
T-Maze
digunakan Tolman untuk memperkuat penafsiran belajar kognitif. Karakter yang dimaksud
oleh Tolman adalah ketika tikus itu dihadapkan pada alternatif jalur yang dapat
dipilihnya, maka ia selalu mengamati sekelilingnya seakan-akan tikus itu
memikirkan alternatif pilihan yang ada dihadapannya. Tindakan tikus yang selalu
berhenti dan melihat pilihan-pilihan yang ada dihadapannya tersebut disebut
dengan Vicarious trial and error. Istilah
tersebut digunakan oleh Tolman sebagai ganti dari istilah trial and error kaum behaviourist. Bila kaum behaviourist
menganggap trial and error sebagai respon untuk mencoba dan mencoba lagi sampai
akhirnya menemukan solusi yang diinginkan, maka Tolman mengganggapnya sebagai
ragam pendekatan yang dilakukan oleh organisme sebagai proses kognitif dari pada tingkah laku reflektif.
3. Learning
Vs Performance
Sebagaimana telah dijelaskan oleh Tolman bahwa kita
telah mengenal segala sesuatu yang ada pada lingkugan kita, akan tetapi
informasi tersebut akan kita wujudkan dalam tindakan bila menginginkannya. Dari
sini maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang kita dapatkan dari belajar (testing reality) akan tersimpan sampai
dengan adanya situasi yang membutuhkan transformasi belajar menjadi suatu tindakan. Sebagai contoh dalam kamar
kita terdapat dua botol minuman dan kita tahu bahwa minuman tersebut dapat kita
minum, namun kita tidak meminumnya dengan berbagai alasan. Dilain waktu ketika
kita haus, kita baru mengambil salah satu botol minuman itu dan meminumnya.
III.
Rumusan
Purposive Behaviourism Theories Edward Chace Tolman
Pertama,
Ketika dihadapkan pada situasi yang membutuhkan suatu pemecahan masalah (problem solving), organisme akan selalu
membawa/memunculkan berbagai macam hipotesis
yang digunakan untuk memecahkan problem tersebut. Hipotesis itu muncul dari
berbagai macam pengalamannya yang terdahulu. Kedua, Hipotesis yang sesuai (corespond)
dengan realita dalam arti sesuai dengan tujuan yang diinginkan akan selalu
digunakan (survive) dan menjadi suatu
keyakinan (belief). Ketiga, Kemudian setelah selang beberapa
lama hipotesis yang telah menjadi keyakinan dalam perkembangan cognitif map, maka hipotesis tersebut
akan digunakan kembali dalam kesempatan dan situasi yangs sama. Keempat, Ketika muncul kebutuhan atau
motif yang harus dipenuhi, maka organisme akan menggunakan informasi yang telah
terbentuk dalam kognitif mapnya. Jadi informasi itu akan selalu ada dalam
kognitifnya, akan tetapi hanya digunakan sesuai dengan kondisi.
A.
Berbagai Macam Model dalam Belajar
1. Latent Learning
Latent Learning
adalah belajar yang tidak ditransformasikan dalam perbuatan. Dengan kata lain,
Tolman berpendapat bahwa antara saat belajar sesuatu (Learning) dengan dan saat diberikan prestasi sebagai bukti bahwa
telah terjadi proses belajar (performance)
dapat dipisahkan. Menurutnya, ada kemungkinan bahwa reaksi baru diberikan
setelah waktu yang agak lama. Reaksi ini menunjukan bahwa sebelumnya telah
terjadi proses belajar. Hal tersebut dibuktikan dengan melibatkan tikus yang tidak
lapar menjelajahi T-Maze tanpa
mendapat ganjaran, selama sejumlah percobaan. Setelah mereka dijadikan lapar
dan diberi ganjaran, maka perjalanan mereka yang sangat cepat menunjukkan bahwa
mereka telah belajar secara kebetulan dimasa lalu. Bedasarkan pemikiran ini,
dimungkinkan bahwa seseorang manusia dapat memperoleh banyak pengetahuan yang
dimilikinya, sampai tibalah saatnya pengetahuan itu dibutuhkan dan
diperlihatkan.
2. Place Learning Vs Response Learning
Tolman meyakini bahwa hewan itu belajar dari tempat
dimana ia mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Artinya, adalah hewan itu
mempelajari suatu T-Maze dengan
isyarat-isyarat tertentu dan ternyata diketahui bahwa ia lebih menyukai
melewati tempat yang sama tanpa memandang reaksinya akan tetap sama atau tidak,
yaitu bila seekor tikus mengawali perjalanannya dari satu arah yang berbeda
maka ia akan menuju pada arah yang sama ketika pertama kali ia menemukan
sesuatu yang diinginkannya (reinforcement).
Belajar dengan cara seperti itu menurut Tolman lebih mudah dari pada belajar
mereaksi (response learning) dengan
bukti bahwa tikus belajar melewati tempat yang berbeda-beda akan tetapi selalu
membuat belokan sama.
3. Reinforcement Expectancy
Menurut Tolman, ketika kita belajar maka kita akan
mengetahui atau memahami situasi sekelilingnya. Kita belajar untuk mengharap
(mendapatkan) peristiwa-peristiwa tertentu yang diikuti oleh
peristiwa-peristiwa lain (yang kita kenal sebagai reinforcer). Begitu halnya dengan hewan, ia berangagapan bahwa jika
ia pergi kesuatu tempat tertentu maka ia akan memperoleh reinforcer tertentu pula. Teori S-R menyatakan bahwa perubahan
reinforcer dalam situasi belajar tidak akan berpengaruh pada tingkah laku,
selama kuantitas reinforcer tidak berubah secara drastis (radikal). Meskipun demikian Tolman menyatakan bahwa jika reinforcer
itu berubah maka tingkah laku akan terpengaruh, selama dalam penguatan expectancy terdapat reinforcer tertentu yang menjadi bagian dari apa yang diharapkan.
B.
Formalisasi Mac-Corcuodale dan Meehl Terhadap
Purposive Behavioursm Theories
Mac-Corquodale dan Meehl (1953) mencoba
menyempurnakan teori Tolman, sama halnya dengan yang dilakukan Voeks pada teori
Guthrie. Mereka mencoba membuat trem-trem Tolman lebih tepat dan mudah diuji.
Sebagian besar hasil usaha mereka telah tertuang dalam buku “an Introduction to the Theories of Learning”ini.
Mereka menggambarkan Teori Tolman dengan teori
S1-R1-S2. Dimana S1 mendatangkan expectancy beberapa hal, R1 mengindikasikan
hal dimana expectancy dilakukan dan S2 mengindikasikan apa yang dipikirkan
organisme akan terjadi sebagai hasil tindakannya. Contohnya jika kita ingin
mencari teman (S1) dan kita percaya bahwa saying “hello” (menyapa) (R1) akan
menghasilkan balasan “sambutan” hangat dari orang yang kita harapkan (S2).
Mereka mencatat bahwa semakin sering S1-R1-S2 ini terjadi, expectancy yang
terbangun pun semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Mereka juga melakukan
generalisasi Teori Tolman dengan mengatakan bahwa jika suatu expectancy
ditimbulkan dari S1 maka respon juga bisa ditimbulkan oleh stimuli yang serupa
dengan S1.
C.
Enam Bentuk Macam Purposive Behaviourism
Theories Tolman
Pada artikel yang
ditulisnya pada tahun 1949 bertajuk “There
is More than One Kind of Learning”, Tolman mengajukan 6 macam belajar,
yaitu:
1.
Cathexes
Cathexis
(plural, cathexes) kembali pada kecenderungan
belajar untuk mengasosiasikan objek tertentu dengan dorongan tertentu.
Contohnya makanan tertentu pasti sesuai untuk memuaskan dorongan lapar
seseorang yang hidup disuatu tempat tertentu. Seseorang yang hidup disuatu
daerah yang terbiasa mengkonsumsi ikan akan cenderung mancari ikan untuk
memuaskan laparnya dan akan menghindari spageti karena makanan tersebut memiliki
assosiasi dengan dorongan lapar mereka. Sama halnya dengan orang Indonesia yang
terbiasa mengkonsumsi nasi, pasti juga akan cenderung memilih nasi sebagai
makanan ketika lapar.
2.
Equivalence
Beliefs
Ketika sebuah subgoal memiliki effect yang sama dengan goal itu sendiri, subgoal tersebut merupakan Equivalence Belief. Equivalence Belief ini oleh para behaviourist disebut sebagai Reinforcement
kedua. Tolman merasa bahwa respon organisme terhadap Reinforcement kedua
ini lebih banyak didorong oleh social
drive dari pada phsychological drive.
3.
Field
Expectancy
Field Expectancy
dikembangkan dengan cara yang sama dengan cognitif
map. Ketika organisme melihat sebuah tanda tertentu (sign) ia pasti berharap tanda tertentu yang lain akan mengikuti
(seperti contohnya kita melihat kilat pasti kita juga berharap guntur
mengikutinya). Pengetahuan umum lingkungan akan menjelaskan latent learning, latent extinction, dan place learning. Ini bukanlah S-R
learning tetapi S-S atau sign-sign, learning.
4.
Field-Coognitif
Modes
A Field Cognitif
Mode
adalah strategi atau jalan atau cara mendekati situasi problem solving. Tolman menduga bahwa kecenderungan untuk
memecahkan masalah adalah innate
namun dapat dimodifikasi oleh pengalaman.
5.
Drive
Discriminations
Drive
Discrimination merujuk pada fakta bahwa organisme
dapat menentukan dorongan bagi diri sendiri dan karenanya mereka juga mampu
merespon dengan benar. Ini ditemukan dalam penelitian Tolman pada binatang
tikus yang ditaruh dalam T-Maze.
Tikus selalu melewati sebuah jalan yang ada makanannya ketika dia lapar dan
melewati jalan yang lain yang ada minumannya ketika dia haus. Tolman percaya
pada dorongan sosial disamping dorongan psikologis, drive discrimination menjadi konsep yang penting baginya.
Menurutnya seseorang yang tidak dapat menentukan drive statenya dengan jelas, maka kognitif map pun akan sulit
dibaca. Akan sangat berbeda bagaimana seseorang, bersikap jika ia butuh cinta
dengan bagaimana seseorang bersikap jika ia butuh air.
6.
Motor
Patterns
Menurut banyak pakar belajar Tolman yang keenam ini
banyak kesamaan dengan teori Guthrie tentang bagaimana response assiated dengan stimuli.
Guthrie mengatakan bahwa pada proses conditionin, pada umumnya terjadi proses assosiasi
antara unit-unit tingkah laku yang satu dengan yang lain yang saling berurutan.
Ulangan atau latihan memperkuat assosiasi stimulus terhadap respon. Motor pattens dengan demikian adalah
semacam conditionin atau pembiasaan.
D.
Otokritik Edward Chace Tolman Terhadap Teori
Sebenarnya Tolman telah menyajikan versi pamungkas
dari teori belajarnya dalam Phychology :
A Study of Science yang diedit oleh Sigmund Koch dan terbit pada tahun
1959, tahun yang sama dimana Tolman wafat. Meskipun sebenarnya tidak ada
perubahan mendasar yang dapat kita jumpai pada tulisannya ini.
Lewat statementnya dengan bijak dan terbuka ia
mengatakan teori belajarnya terdapat kelemahan dan kekurangan atau bahkan mungkin
out of date untuk saat ini dimana
perkembangan ilmu sudah meningkat dan penelitian-penelitian serupa telah banyak
dilakukan, disamping ia tidak terlalu cermat menggunakan aturan-aturan prosedur
ilmiah dan lebih banyak mendekati teori belajarnya dengan perspektif psikologis
yang tentu lebih menyenangkan baginya.
IV.
Evaluasi
Terhadap Purposive Bihaviourism Theories Edward Chace Tolman, Kontribusi, Kritisisme
dan Aplikasi
Diakui atau tidak meskipun nama Tolman tidak
sepopuler sang behaviouristik Thorndike, Skinner, Guthrie dan Hull atau sang
tokoh psikologi kognitif Gestalt, namun secara brilliant ia telah memadukan dua
teori behaviourism dan koginitif dengan apik. Teori Tolman bahkan menjadi bahan
kajian para tokoh psikologi kognitif metakhir. Robert C. Bolles dan Albert
Bandura adalah tokoh psikologi kognitif yang mengembangkan teori Tolman.[4]
Beberapa teori mutakhir yang menegaskan the
learning expectancies dan mengklaim bahwa fungsi dari reinforcement adalah untuk memberikan informasi bukan memperkuat. Berhutang
banyak pada teori Tolman, dengan kata lain mereka terinspirasi oleh ide gagasan
Tolman. Di sisi lain banyak pula para tokoh yang mengkritik teori Tolman, salah
satunya adalah Malone (1991). Ia mengemukakan kekurangan dari teori Tolman ini
adalah sulit diaplikasikan secara praktis.
Sementara itu, penulis memandang si “easy going” Tolman sebagai seorang yang Truely Electic.[5]
Kalau kita cermati teori-teorinya adalah kompilasi-kompilasi dari major Theory of Learning. Olson dan
Hergenhahn mengatakan, karena berupa kompilasi-kompilasi itulah maka teori
Tolman sedikit membingungkan.[6]
Memang tak ada satupun orang yang mampu menentukan mainstream pemikiran dari
teori belajar Tolman, apakah ia seorang behaviourist atau cognitivist. Penulis
justru berfikir disitulah uniknya Tolman. Sekali lagi ia mampu mengadopsi dua mainstream major of learning. Sungguh
ini meruupakan kreatifitas yang luar biasa. Teori Tolman memandang bahwa baik innate demikian ia menyebut hereditas dan environment/experience (lingkungan) memiliki pengaruh pada sebuah
proses belajar sama dengan konsep Islam yang juga konfergen.
Sebagai konsekuensinya bila teori Tolman ini kita
tarik pada ranah praktis pendidikan, maka akan sangat applicable. Merujuk pada konsep ini, maka pertama, para praktisi pendidikan dan lebih-lebih orang tua yang
secara langsung bertanggungjawab pada pertumbuhan dan perkembangan anaknya
harus memahami bahwa anak memiliki innate disatu sisi dan oleh karena itu harus
mengupayakan agar innate itu bisa dikembangkan, dikenal diekspresikan olehnya
dengan merekayasa lingkungan yang dapat menunjangnya disisi yang lain. Kedua, kurikulum dan program pendidikan
seharusnya tidak mengabaikan student’s
needs, student’s interest dan student’s welfare.
V.
Penutup
Dengan menamakan teorinya sebagai Teori Purposive Behaviourism, Edward
Chace Tolman berkeyakinan bahwa :[7]
1. Belajar
pada dasarnya merupakan pemerolehan Cognitif
Map yang memberi arah pada tingkah laku.
2. Organisme
membuat berbagai hipotesa mengenai situasi belajar, hipotesa yang cocok atau
dapat mencapai tujuan akan terus berlaku.
3. Expectancy
menimbulkan belief bahwa sign (stimulus) akan diikuti oleh sign (stimulus) lain yang tertentu.
Dari deskripsi intisari teori Tolman tersebut, maka
tidak salah bila penulis menyebutnya sebagai “The Brilliant Mixer of Behaviourism and Gestalt Theory” yang
sebelumnya terkesan berseberangan. Sebagai argumen tambahan, penulis mencoba
menghadirkan ungkapan bijak dari Freire bahwa “pendidikan bukanlah suatu hal
yang bisa dikemas seenaknya bahkan dipaksakan tanpa ada partisipasi orang yang
memperolehnya. Andaikata demikian, maka yang disampaikan paling hanya semacam
karikatur dari pendidikan yang semu dan tak bermakna.[8]
DAFTAR
PUSTAKA
Freire, Paulo, 2002. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan
dan Pembebasan, terj. Agung Prihantoro dan Fuad A.F, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
Bower, Gordon.H dan Ernest.P.
Hilgard, 1981. Theories of Learning,
Engwood Cliff, Prentice Hall, Inc.
Gredler, Margaret E.Bell, 1991. Belajar dan Membelajarkan, terj.
Munandir, Jakarta, Rajawali.
Olson, Mattew.H dan Hergenhahn, BR,
1997. An Introduction to Theories of
Learning, New Jersey, Prentice Hall International, Inc.
Winkel, W.S, 1997. Psikologi Belajar, Jakarta, Gramedia.
[1] Molar adalah
tingkah laku yang di tuliskan dalam arti non-fisiologis sebagai lawan dari
tingkah laku refleks. Seperti tingkah laku binatang yang memperlihatkan tujuan
dan dapat diajar. Lihat capli, kamus, 306-307.
[2]. Bower, Gordon
H dan Ernest P.Hilgard, 1981.Theories of
learning, Engwood Cliff, Prentice Hall, Inc h.328
[3] W.S. Winkel,
1997.Psikologi belajar, Jakarta,
Gramedia Pustaka, h.559
[4]Sebagai
perbandingan, jika Tolman menyebut Learned S-S and R-S expectancies, Bolles
menyebut innate S-S dan R-S expectancies. Lihat, Olson Herghehan, 1997. An Introduction to the Theories of Learning,
Prentice Hall, Inc, USA, h.319
[5]Penulis
menyebutnya si easy going karena karakternya yang cuek, apa adanya, terbuka,
humoris. Baca statement-statement easy going Tolman, h. 317-318.
[6]Olson, Mattew.H
and B.R. Hergenhahn, 1997. An
Introduction to Theories of Learning, New Jersey, Pretice Hall
International, Inc, h.317
[7]Gredler,
Margaret E.Bell, 1991. Belajar dan
Membelajarkan, terj. Munandir, Jakarta, Rajawali, h.88
[8]Freire, Paulo,
2002. Politik Pendidikan: Kebudayaan,
Kekuasaan dan Pembebasan, terj. Agung Prihantoro dan Fuad Arif
Fudiyartarto, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, h.133
Stainless Steel - Titanium Rings
BalasHapusStainless Steel is an authentic and unique stainless steel titanium trimmer as seen on tv alloy titanium bolt used in many different stainless steel jewelry and crafts on our website. This titanium nail stainless buy metal online steel $2.95 sugarboo extra long digital titanium styler · In stock