GELIAT DUNIA ISLAM DI BAWAH
KEKUASAAN MONGOL ILKHANIYAH DAN TIMURIYAH
Oleh : Mashudi
Zusro, S.H.,M.Si
Sekolah Tinggi
Agama Islam Grobogan (STAIG)
Maszoesfizoes@ymail.com
Jl.
Kapten Rusdiyat 1 Kablukan Danyang Kec. Purwodadi Kab. Grobogan
ABSTRAK
Terjadinya
disintegrasi politik telah membawa geliat dunia umat Islam kepada perbedaan
paham agama (firqoh-firqoh) dan
terjadi perpindahan pusat-pusat kebudayaan dari satu wilayah ke wilayah
kekuasaan Islam yang lain. Kondisi semacam ini merupakan parameter bahwa
kejayaan dunia Islam mulai memasuki masa-masa kemundurannya. Puncak masa
kemunduran kejayaan umat Islam diawali dengan penaklukan dan penghancuran pusat
kekuasaan khalifah Abbasiyah yaitu di kota Baghdad oleh Hulagu Khan dari
keturunan bangsa Mongol pada tahun 1258 M. Kota Baghdad sebagai pusat
kebudayaan dan peradaban yang melambangkan “The
Golden Age of Islam Societies” atau kota seribu satu malam pada waktu itu
lenyap dihancurkan dan dibumihanguskan.
Key
Word : dinasti abbasyiah, disintegrasi, mongolia, masa kemunduran dunia islam
I. Pendahuluan
Secara
bertahap, bangsa Mongol di bawah kekuasaan Jengis Khan berusaha memperluas
daerah kekuasaannya dengan menaklukkan wilayah kekuasaan Islam, setelah tahun
1215 M berhasil menaklukkan kerajaan Cina, sehingga dapat menguasai daerah
Peking.[1]
Peristiwa Utrar [2]
pada
tahun 1218 M menjadi pemicu utama percepatan invasi bangsa Mongol ke wilayah
kekuasaan Islam. Pertama bangsa Mongol menuju Turki dan Samarkand. Pada awalnya
mereka mendapat perlawanan yang sangat berat dari penguasa Khawarazan, Sultan
‘Ala al-Din. Beberapa tahun kemudian, mereka berhasil menaklukkan daerah
kekuasaan Islam seperti, Bukhara, Transoxania, Hamaz dan Qurwin sampai ke
wilayah Irak.
Selanjutnya,
serangan dan penghancuran terhadap wilayah kekuasaan Islam dilakukan oleh Timur
Lenk salah seorang keturunan Jengis Khan (Mongol) yang kemudian tampil sebagai
pemimpin suku Tartar. Timur Lenk sudah menjadi seorang Muslim ketika melakukan
penyerangan dan penaklukan terhadap wilayah kekuasaan Islam, akan tetapi darah
kebiadaban dan kekejaman nenek moyangnya masih melekat kuat pada diri pribadinya.
Karena itu, bukti kekejaman Timur Lenk dapat dilihat melalui
pembunuhan-pembunuhan massal yang pernah dilakukannya, lalu mengoleksi tegkorak
dan kepala musuh-musuh yang dibunuhnya untuk mendirikan piramid.[3]
Hal ini terdapat di wilayah kekuasaan Islam yang penduduknya tidak mau tunduk
dan menyerah kepadanya.
Dalam
pembahasan selanjutnya, penulis akan mengkaji tentang sejarah dan kehidupan
bangsa Mongol. Islam di bawah kekuasaan dinasti Mongol, kontribusi kekuasaan
dinasti Mongol pada dunia Islam.
II. Sejarah dan Kehidupan Bangsa Mongol
Nenek
moyang bangsa Mongol adalah Yesugaey,
tokoh suku Mongol pertama, ia merupakan Bapak dari Jengis
Khan.[4]
Dia mempunyai dua putra yaitu Tartar
dan Mongol, yang kelak dikemudian hari
kedua putranya melahirkan dua suku besar yaitu suku Tartar dan suku Mongol.
Pada perkembangan selanjutnya, suku Mongol mempunyai seorang keturunan yang
bernama Ikhan (Hulagu Khan)[5]
putra
dari Tului yang menjadi pemimpin bangsa Mongol terkenal dikemudian hari.[6]
Dalam
sejarah kehidupannya, pada awalnya bangsa Mongol adalah masyarakat hutan yang
mendiami daerah hutan Siberia dan pegunungan Mongolia disekitar danau Baikal
bagian utara daratan Cina. Bangsa Mongol terkenal sebagai penakluk Steppa (padang rumput) dan
penunggang-penunggang kuda yang handal. Sebagai orang-orang pengembara, bangsa
Mongol mempunyai watak yang keras, berani, beringas dan suka berperang, bahkan
mereka berani menghadapi maut untuk mencapai suatu keinginan. Akan tetapi di
sisi lain, mereka juga mempunyai sikap taat, patuh dan punya loyalitas yang
tinggi kepada pemimpin mereka.
Dari
segi agama bangsa Mongol adalah penganut kepercayaan Syamaniah, yaitu menyembah bintang-bintang dan sujud kepada
matahari yang sedang terbit, tetapi pada perkembangan selanjutnya keturunan
bangsa Mongol ada yang memeluk agama Kristen, Budha dan Islam. Walaupun dalam
rentang waktu yang cukup pajang penampilan bangsa Mongol dalam kehidupannya
sangatlah sederhana seperti, berburu, memancing, menukar kulit binatang dengan
binatang yang lain dengan bangsa Turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka.[7]
III. Dunia Islam di Bawah Kekuasaan Mongolia
1. Islam Di bawah Kekuasaan Mongol Ilkhaniyah
Sebelum
penulis mengkaji lebih lanjut tentang kondisi dunia Islam di bawah kekuasaan
Mongol Ikhaniyah, penulis akan memaparkan terlebih dahulu bagaimana proses
penaklukan wilayah Islam selama berlangsungnya invasi bangsa Mongol ke wilayah
kekuasaan Islam. Kemudian, pengaruh konflik agama dan perebutan wilayah
kekuasaan keturunan bangsa Mongol pada kondisi dunia Islam.
Sejarah
telah mencatat bahwa bangsa Mongol mengalami kemajuan pesat pada akhir abad 12
M dan awal abad 13 M terutama di bawah kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan yang berhasil mempersatukan 13 kelompok suku
yang ada pada masa kekuasaannya. Setelah wafat, dia digantikan oleh putranya
bernama Timujin, kemudian dia
mendapat gelar dari persatuan kepala suku Mongol dengan sebutan Jengis Khan (Raja yang Perkasa).[8]
Pada
masa Jengis Khan kekuasaan Mongol
sangat luas meliputi Asia Timur, Timur Tengah, Eropa dan seluruh Eurosia (Eropa
Tengah) sampai wilayah pasifik.[9]
Sepanjang proses penaklukan wilayah kekuasaan Islam tercatat bahwa tentara
bangsa Mongol sangatlah kejam dan biadab. Mereka selalu melakukan pengrusakan,
pembakaran pada setiap wilayah Islam yang mempunyai peradaban tinggi dan megah
dengan sistem “bumi hangus”, penduduknya
dibunuh secara secara keji dan biadab.[10]
Pembumihangusan wilayah Islam yang disertai dengan insiden berdarah banyak
dialami oleh umat Islam pada waktu itu.
Setelah
menaklukkan wilayah kekuasaan umat Islam satu persatu, kemudian dalam menjalankan
roda pemerintahannya Jengis Khan
menetapkan sebuah peraturan yang bernama “al-Yasa”,[11]
yaitu undang-undang yang berisi tentang hukuman dan ancaman bagi orang-orang
yang melakukan perbuatan buruk seperti zina, membunuh, berbohong dan membantu
tawanan perang tanpa izin penguasa. Al-Yasa berisi ketentuan tentang pembebasan
pajak terhadap keluarga Nabi Muhammad saw, para penghafal al-Qur’an, ulama,
tabib, pujangga, mu’azin, larangan membuat persengketaan antara agama serta
cara-cara memberikan penghormatan kepada penguasa.
Bangsa
Mongol mengatur wilayah kekuasaannya yang sangat luas itu dengan menggunakan
sistem sentralisasi, padahal secara politik pemerintahan dan administrasi
negara mereka tidak piawai dan handal.[12]
Oleh sebab itu, bangsa Mongol harus membentuk peraturan negara-negara taklukan
dan kelas-kelas resmi bagi negara tersebut untuk mengumpulkan pajak, seperti di
Uyghur, Persia dan Cina. Dalam penerapan kebijakan ini melibatkan banyak orang
Budha. Dan sebelum wafat (1265 M), Jengis
Khan membagi imperiumnya yang sangat luas itu kepada empat putranya, Jachi sebagai putra tertua mendapatkan
daerah Siberia bagian barat sampai Rusia bagian selatan termasuk Khawarazan.
Putra kedua yaitu Chaghatay
mendapatkan daerah Transoxania sampai daerah bagian Turkistan timur (Cina).
Putra ketiganya, Ogedey mendapatkan
wilayah Pamirs dan Tien Syan. Dan putra yang paling muda, Tului mendapatkan daerah Mongolia sendiri.
Pembagian
kekuasaan tersebut dimaksudkan untuk menciptakan administrasi negara yang baik,
akan tetapi justru sebaliknya dengan pembagian wilayah tersebut keturunan Jengis Khan terjadi perebutan kekuasaan
diantara mereka. Kondisi ini sebagai akibat dari sifat ambisius yang melekat
pada sistem pemerintahan bangsa Mongol yang tidak ada model suksesi yang baku
dan tidak ada sarana yang dapat menjamin persatuan.[13]
Terjadinya
permusuhan dikarenakan perebutan kekuasaan sesama keturunan bangsa Mongol yang
melahirkan banyak negara mandiri, seperti rezim Mongol di Mongolia dan Cina,
Golden Horde di wilayah padang rumput utara, Chaghatay di Transoxania dan
Turkistan Timur, rezim Ikhan di Iran dan Anatolia. Demikian pula perbedaan
agama membawa mereka kepada permusuhan dan perpecahan seperti antara Khan Agung
di Peking memeluk agama Budha, sedangkan Khan-Khan Agung di Asian Barat dan
Rusia memeluk agama Islam.
Kondisi
ini memberikan harapan segar terhadap keberadaan agama Islam pada waktu itu,
walaupun di Asia Barat penaklukan wilayah kekuasaan Islam oleh Hulagu Khan semakin meluas, bahkan dia
mendirikan dinasti Ikhaniyah dan Persia. Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan
peradaban umat Islam yang sarat dengan khasanah ilmu pengetahuan berhasil
dikuasai oleh Hulagu Khan pada tanggal 13 Februari 1258 M dengan menduduki
benteng pertahanan Khalifah Mu’tasim selama satu minggu. Hulagu Khan dengan
tentaranya masuk menyerbu kota Baghdad pada tanggal 10 Februari 1258 M, lalu
Khalifah dan 300 pemuka kerajaan ditawan. Sepuluh hari kemudian mereka dibunuh
bersama 800.000 penduduk pribumi dan Khalifah Mu’tasim sendiri tewas dalam kondisi
yang sangat mengenaskan, mayatnya dimasukkan ke dalam karung kemudian
diinjak-injak oleh kuda tentara Mongol. Istana, masjid, perpustakaan dan
universitas sebagai lambang keemasan Bani Abbasiyah yang dibangun selama lima
abad diluluhlantahkan dan dibakar.[14]
Hulagu
Khan terus melakukan penaklukan kewilayah kekuasaan Islam yang lain, seperti ke
Syiria dan Mesir juga berhasil menaklukkan Nablus dan Gaza 1260 M. Akan tetapi,
pada ekspedisi selanjutnya mereka harus tunduk kepada ketangguhan tentara “Mamalik” pada pertempuran di ‘Ain Jalut di bawah pimpinan Qutuz dan
Baybar pada tanggal 3 September 1260 M. Hulagu Khan wafat pada tahun 1265 M
yang kemudian digantikan oleh putranya, Abaga (1265-1282 M) yang memeluk agama
Kristen. Wilayah taklukan Hulagu Khan selanjutnya diperintah oleh dinasti Ikhaniyah, yaitu sebuah kerajaan yang
didirikan oleh Hulagu Khan dan anak keturunannya. Wilayah kekuasaannya meliputi
Asia Kecil di Barat dan India di Timur. Dengan demikian, umat Islam pada waktu
itu dipimpin oleh raja-raja dinasti Ikhaniyah yang menganut agama Syamaniyah.
Ahmad Tagunder
(1282-1284 M) tampil sebagai raja dinasti Ilkhaniyah yang ketiga dan memeluk
agama Islam. Akan tetapi, dia banyak mendapat tantangan dari penguasa dinasti
Mongol yang lain, yang pada akhirnya dia dibunuh oleh Arghun, kemudian
menggantinya pada tahun 1284-1291 M.[15]
Raja keempat ini terkenal dengan kekejamannya kepada umat Islm, dia banyak
membunuh dan mengusir umat Islam dari daerah tempat tinggal mereka.
Dari
beberapa periode pergantian raja dinasti Ilkhaniyah, maka sampai kepada raja
yang ketujuh, yaitu Mahmud Ghazan
(1295-1304 M). Pada mulanya dia adalah seorang raja yang memeluk agama Budha,
kemudian masuk agama Islam dan menjadikan agama Islam sebagai agama resmi
negara. Karena pengaruh seorang menterinya Rasyiduddin dan gubernurnya Nawruz,
maka ia menjadi muslim yang setia dan taat terhadap ajaran agama Islam,
demikian pula dengan raja-raja sesudahnya. Dengan masuknya Islam Mahmud Ghazan,
memberikan suasana baru bagi perkembangan dan kemenangan agama Islam atas agama
Syamaniyah serta kebebasan kepada orang-orang Persia untuk memeluk agama Islam.
Pada
masa pemerintahan Mahmud Khan dunia Islam mendapat perhatian yang serius dalam
bidang peradaban dan kebudayaan. Mahmud Ghazan adalah seorang raja yang
mempunyai perhatian besar terhadap perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam.
Ia sebagai pelindung ilmu pengetahuan dan sastra, dalam bidang ilmu pengetahuan
ia sangat senang pada ilmu-ilmu alam seperti, astronomi, kimia, minerologi dan
botani. Sedangkan dalam bidang sastra ia sangat gandrung pada bidang seni
arsitektur. Ia juga membangun perpustakaan, observatorium, perguruan tinggi
untuk mazhab Syafi’i dan Hanafi dan masih banyak bangunan lainya. Masa
pemerintahannya memberikan banyak kontribusi yang sangat berharga terhadap
pertumbuhan dan perkembangan peradaban umat Islam dari masa kehancurannya
selama berabad-abad. Selain itu, Mahmud Ghazan juga membangun proyek irigasi
dan mensponsori kemajuan pertanian dan perdagangan seperti imperium timur
tengah, khususnya membuka jalur perdagangan dari Asia Tengah menuju Cina.[16]
Ia meninggal muda pada usia 32 tahun karena tekanan bathin atas kekalahan
pasukannya di Syiria dan adanya pemberontakan dari kelompok-kelompok yang tidak
senang terhadap kepemimpinannya.
Setelah
wafat, Mahmud Ghazan kemudian digantikan oleh Muhammad Khudabanda Uljeitu (1305-1317 M). Ia mendirikan ibukota
kerajaan baru bernama Sultaniyah dekat Qazwin dengan model arsitektur istana
khas dinasti Ilkhaniyah. Ia seorang raja beraliran Syi’ah dan menetapkan aliran
syi’ah sebagai hukum resmi kerajaan.[17]
Pada
masa kekuasaan Abu Sa’id (1331-1335M) pergantian raja Khudabandia Uljeitu
terjadi bencana yang sangat mengerikan, yaitu bencana kelaparan dan angin topan
yang disertai dengan badai dahsyat. Kondisi ini turut memperparah era kekuasaan
Abu Sa’id disamping ia sendiri tidak mempunyai keturunan yang syah untuk
melanjutkan tampuk kepemimpinannya. Kesempatan itu dipergunakan oleh penguasa
negara-negara propinsi saling memperebutkan posisi raja dan wilayah kekuasaan.
Dan pada masa-masa kritis itu, akhirnya dinasti Ilkhaniyah jatuh pada kekuasaan
Timur Lenk (1336 M) dan sekaligus
mengakhiri masa kekuasaan dinasti Ilkhaniyah.[18]
2.
Islam di bawah Kekuasaan Mongol Timuriyah
Umat
Islam berusaha bangkit kembali merekonstruksi kebudayaan dan peradaban mereka
yang sudah hampir punah akibat pengrusakan dan pembakaran yang dilakukan oleh
Jengis Khan. Dalam rentang waktu setengah abad, serangan kembali menghantam
umat Islam, yaitu serangan dan penaklukan Timur
Lenk (Timur si pincang) seorang keturunan bangsa Mongol yang tidak jauh
berbeda dengan kondisi bangsa Mongol sebelumnya, yaitu banyak melakukan invasi,
penaklukan wilayah yang disertai dengan pengrusakan serta pembunuhan yang sangat
kejam.
Timur Lenk
lahir di Usbekistan wilayah Transoxania pada tahun 1336 M. Ia berasal dari
keluarga yang pernah berkuasa sebagai menteri pada dinasti bangsa Mongol.[19]
Ayahnya bernama Turghay, ia adalah
seorang gubernur wilayah Kisy Usbeskistan.[20]
Catatan sejarah menegaskan bahwa ia mempunyai garis keturunan dari Jengis Khan,
lalu ia tampil memimpin gerombolan tentara Tartar melakukan serentetan perang
dan penaklukan wilayah kekuasaan pada tahun 1380 M.
Timur
Lenk mulai meniti karir kepemimpinannya dengan mengabdikan diri kepada gubernur
Amir Ghaza Khan. Setelah Amir wafat, datanglah serbuan dari Tughluq Timur Khan.
Timur Lenk bangkit dan tampil dengan sangat berani memimpin rakyat yang belum
mempunyai raja itu melawan Timur Khan. Karena keberaniannya, Timur Khan
menawarkan Timur Lenk untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya. Ternyata
Timur Lenk dikhianati oleh Timur Khan dengan mengangkat anaknya sendiri, yaitu
Ilyas Khoraja sebagai gubernur Transoxania. Melihat kenyataan demikian, Timur
Lenk dengan beringas tidak menerima perlakuan Timur Khan. Kemudian ia bersekutu
dengan Amir Husain cucu Ghaza Khan untuk menggulingkan Timur Khan.
Timur
Lenk mempunyai ambisi yang sangat besar untuk menjadi penguasa tunggal, sesuai
dengan semboyannya “sebagaimana hanya ada
satu Tuhan di alam ini, maka bumi ini seharusnya hanya ada seorang raja”.[21]
Ia tidak melihat hubungan keluarga, sahabat, teman kelompok, selama mereka
berani menjadi rival dan menentang Timur Lenk, maka mereka harus dibunuh. Dan
untuk meraih tujuan, ia rela menempuh berbagai macam cara agar supaya dapat
mengalahkan lawannya, seperti bersekongkol, berkhianat serta tipu daya.
Peristiwa penyerangan Taghluq Timur Khan, ia bersengkongkol dengan Qaza Khan
dan setelah Taghluq dikalahkan, ia membunuh Qaza Khan yang merupakan iparnya
sendiri dan menggantikannya sebagai raja.
Dan
sebagai petualang militer, selama hidupnya Timur Lenk banyak disibukkan dengan
penaklukkan militer, ia mulai menaklukkan kepala-kepala suku terkemuka yang ada
di wilayah kekuasaannya, kemudian membangun kekuatan pasukannya.[22]
Pada tahun 1370 M, ia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di
Transoxania untuk meneruskan imperium Chaghatay keturunan Jengis Khan dengan
ibu kota dinasti, yaitu Samarkhand.[23]
Dinasti
Timur Lenk berkuasa sampai pertengahan abad ke XV. Kedatangannya ke wilayah
kekuasaan Islam juga membawa kehancuran, keganasan Timur Lenk digambarkan oleh
pembunuhan massal yang dilakukannya di kota-kota yang tidak mau menyerah dan
tunduk. Di kota-kota yang telah ditundukkan ia mendirikan piramid dari
tengkorak rakyat yang telah dibunuh. Di Delhi misalnya, ia menyembelih 80.000
penduduknya dan di Aleppo lebih dari 20.000 ribu orang dibunuh.[24]
Timur Lenk melakukan penaklukkan yang sangat luar biasa, pada tahun 1381 M
Khawarazan dapat dikuasainya, kemudian menaklukkan ke Kabul, India, Persia,
Irak, Syiria Utara serta Asia Kecil.[25]
Ia berusaha mengembalikan wilayah-wilayah yang pernah ditaklukkan oleh Jengis
Khan. Imperium Timuriyah terbentang luas dari India sampai laut Marmara.
Serangan Timur Lenk ke Asia Kecil disebabkan karena Sultan Bayazid I penguasa
Usmani mencaplok wilayah kekuasaannya di Kamman, Kayseri, Tukat Sivas dan
Kastamuni. Pada tahun 1400 M terjadi pertempuran antara Timur Lenk dengan
Bayazid I di Sivas dan dalam pertempuran itu Sulltan mengalami kekalahan dan ditawan
oleh Timur Lenk sampai wafat.
Untuk
memerintah imperiumnya, Timur Lenk mengangkat beberapa putra dan cucunya
sebagai gubernur propinsi dengan membatasi kekuasaan serta memutasikan mereka.[26]
Ia melatih sejumlah jendral serta mengirim mereka kedaerah-daerah yang menjadi
imperiumnya, melatih para pejabat pengumpul pajak dan wakil-wakil pribadinya
untuk mengawasi penerapan undang-undang negara dan penguasa yang nantinya akan
bertanggungjawab langsung kepada Timur Lenk. Sepanjang masa kekuasaannya Timur
Lenk terkenal sebagai raja yang sangat biadab kepada penentangnya, brutal dalam
melakukan pengrusakan dan penghancuran terhadap peradaban dan kebudayaan umat
Islam. Akan tetapi, Timur Lenk sebagai seorang muslim, ia ingat dan
memperhatikan pengembangan Islam. Menurut catatan sejarah, ia adalah seorang
yang beraliran Syi’ah dan Tariqah Naqsabandiyah. Dalam perjalanannya, ia selalu
membawa para ulama, sastrawan dan seniman serta sangat menghormati para ulama
dan ilmuwan. Misalnya, ketika dalam menaklukkan Syiria Utara ia menerima dengan
hormat kedatangan sejarawan terkenal Ibnu
Khaldun yang diutus oleh Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian.[27]
Kemajuan
kebudayaan dan peradaban dunia Islam pada masa Timur Lenk dapat dilihat di kota
Samarkand. Ia mendatangkan para ahli seniman arsitek, pekerja dan tukang-tukang
terbaik dari semua negeri yang telah ditaklukkan mulai dari Delhi sampai
Damaskus.[28]
Bersama para ahli tersebut, ia menatakota ini dengan sangat indah,
bangunan-bangunan besar didirikan, masjid-masjid yang dibangun turut mewarnai
keberadaan agama Islam pada waktu itu. Dari segi perekonomian, ia menjadikan
kota Samarkand sebagai pusat perdaganan internasional mengambil alih kedudukan
Baghdad dan Tabriz.
Setelah
Timur Lenk wafat (1405 M), kekuasaan dilanjutkan oleh saudaranya Shakh Rukh
(1407 – 1447 M), Ia adalah seorang muslim yang taat, turut dalam sholat
berjama’ah, tekun dalam menjalani puasa romadlon, suka mendengar bacaan
ayat-ayat al-qur’an dan selalu memerangi minuman keras.[29]
Sepeninggalnya, Ia digantikan oleh anaknya Ulugh Beg (1447 – 1449 M) seorang
raja yang sholeh dan ahli ilmu pengetahuan. Ulugh Beg menjadikan Tranxosania
sebagai kota pusat kemajun arsitektur, kefilsafatan dan keilmuan muslim. Ia
adalah seorang musisi, pujangga dan astronomer yang membangun observatori untuk
kepentingan murid-muridnya.
Pada
masa kekuasaannya, di Bukhara terjadi konflik antara kaum sufi Naqsabandiyah
dengan tokoh-tokoh politik, Ulugh Beg berusaha mendamaikan mereka dengan
menghadiahkan kepada kaum sufi beberapa madrasah, masjid dan khanaqah di
Samarkand dan Bukhara.[30]
Kekuasaan Ulugh Beg hanya berlangsung selama dua tahun, karena Ia dibunuh oleh
anaknya yang haus dengan kekuasaan, yaitu ‘Abdul al-Latif (1449 – 1450 M) dan
pada masa iniliah dinasti Timuriyah mulai terjadi konflik sehingga menimbulkan
perpecahan. Wilayah yang sangat luas mulai diperebutkan oleh dua suku baru
Turki, yaitu Kara Koyunlu (Domba Hitam) dan AK Koyunlu (Domba Putih). Abu Sa’id
sendiri terbunuh dipertempuran dalam melawan penguasa AK Koyunlu di Uzun Hasan.[31]
IV. Kontribusi Dinasti Mongol Pada Dunia Islam
Apakah
sumbangan kekuasaan bangsa Mongolkepada dunia Islam yang patut dicatat ?
Sepintas pertanyaan ini cukup berat untuk dijawab oleh setiap umat Islam,
karena bangsa Mongol dan keturunannya identik dengan kekerasan serta
kebiadaban. Sebagai gambaran, selama invasi wilayah kekuasaan ke dunia Islam,
tidak terhitung segudang kebudayaan dan peradaban Islam yang telah dihancurkan,
beribu-ribu nyawa umat Islam yang tidak berdosa dibantai, termasuk khalifah
Mu’tasim dan semua keluarganya.
Jika
kita merujuk pada catatan sejarah tentang karateristik bangsa Mongol, tentu
kita akan mengatakan dengan berbisik bahwa kebaikan dan sumbangan bangsa Mongol
ke dunia Islam pada waktu itu hanya bersifat penawar, supaya umat Islam tenang
menyaksikan mereka melakukan invasi dan penaklukan ke wilayah kekuasaan Islam,
kemudian dengan mudah mereka dapat meraih tujuan-tujuan mereka untuk menjadi
penguasa besar di negara-negara Islam.
Dan
umat Islam berhak memberikan penilaian dari perspektif apapun kepada bangsa
Mongol, akan tetapi kita harus melihat dengan bijak bahwa dinasti bangsa Mongol
telah turut memberikan warna dan andil pada proses kesinambungan kebudayaan dan
peradaban umat Islam dari suatu masa ke masa berikutnya. Secara singkat akan
penulis sebutkan beberapa tipologi kontribusi dinasti bangsa Mongol ke dunia
Islam, sebagai berikut :
1. Motif
Keagamaan, dalam masa penaklukan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah Islam,
tenntu bangsa Mongol selalu bergaul dengan masyarakat muslim. Dari proses
pembauran ini, bangsa Mongol secara bertahap dapat menerima ajaran Islam,
bahkan mereka memeluk agama Islam, seperti yang dialami oleh Ahmad Taguder Khan
dan Mahmud Ghazan Khan, kemudian mereka menjadi Islam sebagai agama resmi
negara. Selanjutnya pada masa raja khadaband Uljaitu Khan menjadikan aliran
Syi’ah sebagai hukum resmi negara. Ini terjadi pada masa dinasti Mongol
Ilkhaniyah. Demikian juga pada masa dinasti Mongol Timuriyah, Timur Lenk
sendiri adalah seorang muslim dan sebagai penganut thariqat Naqsabandiyah yang
kemudian dilanjutkan oleh keturunannya Shah Rukh dan Ulugh Beg. Mereka adalah
raja-raja muslim yang sholeh dan taat dalam menjalankan amar ma’ruf wa nahi
munkar pada masa kepemimpinan mereka. Selain thariqat Naqsabandiyah, pada masa
dinasti Mongol Timuriyah muncul gerakan kaum sufi yang turut memberikan
sumbangan terhadap keberadaan agama Islam, seperti thariqat Kubrawi di Iran
Barat, yaitu sebuah gerakan memikat orang-orang untuk memeluk agama Islam,
thariqat Hurufiyah, thariqat Sarbadar serta gerakan thariqat Safawiyah.[32]
2. Motif
Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, terinspirasi oleh dukungan dinasti Mongol
Ilkhaniyah yang sangat besar, maka penulisan sejarah dan seni lukis, seni
ilustrasi manuskrip berkembang dengan subur. Tabriz menjadi menjadi pusat
sekolahan yang berkembang pesat waktu itu. Ada beberapa tulisan sejarah karya
Rasyid al-Din yang disalin dan diilustrasikan. Seni lukisan dan kebudayaan Cina
diperkenalkan di masyarakat Islam Persia, misalnya terdapat karya al-Juwaini
(1226-1283 M), yaitu History of the World
Conquerors yang mengisahkan tentang Jengis Khan dan penaklukan Iran.[33]
Kemudian dinasti Mongol Ilkhaniyah melanjutkan konsep-konsep bangsa Mongol
tentang otoritas dan politik. Sedangkan pada masa dinasti Mongol Timuriyah
kemajuan ilmu pengetahuan berlangsung pada raja Ulugh Beg. Ia adalah seorang
ilmuwan dan antronomer dengan observatorinya ia mengajar murid-muridnya tentang
ilmu perbintangan yang dikemudian hari sangat bermanfaat bagi dunia Islam.
3. Motif
Material, sekitar 50 tahun umat Islam berada dalam masa-masa sulit yang penuh
dengan penderitaan serta kehancuran akibat serangan, penaklukan wilayah
kekuasaan Islam oleh Jengis Khan. Suasana baru yang sangat berpengaruh ke dunia
Islam adalah pada masa Mahmud Ghazan Khan (Raja ke VII). Ia mulai membangun
serta merenovasi beberapa kota yang telah hancur, membangun proyek irigasi,
mengatur sistem pertanian dan perdagangan.[34]
Dilanujtkan pada masa dinasti Mongol Timuriyah sebagai babak baru yang
memberikan sebuah harapan yang lebih besar bagi umat Islam untuk merekonstruksi,
menata kembali kebudayaan dan peradaban mereka yang hampir sirna, terlebih lagi
dinasti Mongol Timuriyah dan keturunannya adalah penganut agama Islam. Dan pada
masa dinasti Mongol Timuriyah perkembangan dunia Islam secara fisik mengalami
kemajuan yang luar biasa dari masa sebelumnya, raja-raja Timuriyah memberikan
perhatian serius terhadap perkembangan peradaban fisik dunia Islam, seperti
mendatangkan para ahli-ahli arsitektur dari semua daerah kekuasaan mereka untuk
membangun kota Samarkand sebagai pusat dinasti Timuriyah. Kota Samarkand
dibangun dengan penataan kotanya yang sangat indah, bangunan-bangunan besar
untuk kepentingan umat Islam didirikan, seperti masjid, madrasah, dan khalaqah.
Demikian juga fasilitas umum, seperti, pasar, toko dan bangunan umum. Dan
sekitar tahun 1400 M Timur Lenk dengan pasukan gajahnya mengangkut batu-batu
besar dari India ke Samarkand untuk membangun masjid.[35]
Dinasti Mongol Timuriyah dan umat Islam pada waktu itu bahu-membahu membangun
kembali berbagai macam fasilitas negara mereka.
V. Penutup
Demikian
sekilas diskripsi kondisi umat Islam selama berada di bawah kekuasaan bangsa
Mongol Ilkhaniyah dan Timuriyah. Pada masa kekuasaan Jengis Khan, umat Islam
mengalami masa kehancuran yang sangat berat. Selain kerugian materiil, umat
Islam juga telah kehilangan banyak nyawa-nyawa yang tidak berdosa, pembunuhan
terhadap para ilmuwan, sejarawan dan para tokoh agama, sehingga terputus rantai
perkembangan kebudayaan dan peradaban umat Islam. Dan jika melihat dari segi
kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang dicapai pada masa dinasti Mongol,
maka tidak seimbang dengan pengrusakan serta penghancuran yang telah dilakukan
terhadap kejayaan dunia Islam, seperti penghancuran perpustakaan yang disertai
dengan pembakaran buku-buku, penghancuran universitas-universitas dan
masjid-masjid baik peninggalan dinasti Umayyah di Damaskus maupun dinasti
Abbasyiah di Baghdad.
Usaha-usaha
untuk mengembalikan kebudayaan dan peradaban umat Islam berlangsung pada masa
dinasti Ilkhaniyah, yaitu pada masa raja Mahmud Ghazan Khan dan dinasti
Timuriyah, yaitu pada masa raja Ulugh Beg. Walaupun usaha ini tidak akan pernah
sanggup mengembalikan kebudayaan dan peradaban dunia Islam pada posisi
keemasannya, akan tetapi usaha ini patut dihargai oleh umat Islam, karena andil
dan sumbangan dinasti-dinasti tersebut telah menjadi jembatan penyambung
eksistensi kebudayaan dan peradaban Islam sampai dewasa ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Nasir,
Mahmud, 1994. Islam Konsepsi dan
Sejarahnya, Terj. Adang Affandi, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Bosworth,
Clifford Edmund, 1993. Dinasti-dinasti
Islam, Terj. Ilyas Hasan, Bandung, Mizan.
.............................................. , 1980. The
Islamic Dynasties, Edinburgh, Edinburgh University Press.
Brittanica,
Inc, Encyclopedia, 1978. The Arab :
People and Power, United State, US of America.
Brockelmann,
Carl, 1980. History of Islamic Power,
London, Routledge and Kagen Paul.
Hitti,
Phillip K, 2001. Sejarah Ringkas Dunia
Arab, Terj. Usuludin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing, Yogyakarta, Pustaka
Iqra.
Glubb,
Sir John, 1988. A Short History of the
Arab People, New York, Dorset Press.
Hamka,
1981. Sejarah Kebudayaan Islam III,
Jakarta, Bulan Bintang.
Hasan,
Ibrahim Hasan, 1989. Sejarah Kebudayaan
Islam, Yogyakarta, Kota Kembang.
............................................... , 1967. Tarikh
al-Islam, Juz IV, Kairo, Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah.
Lapidus,
Ira M, 2000. Sejarah Sosial Umat Islam,
Jilid I dan II, Terj. Gufron A. Mas’adi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Mufrodi,
Ali, 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan
Arab, Jakarta, Logos Wacana Ilmu.
Nasution,
Harun, 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, Jakarta, Uniersitas Indonesia Press.
Nicholson,
R.A, 1993. A Literary History of the
Arabs, Melbourne, ambridge University Press.
Saunders,
J, 1993. A History of Medieval Islam,
London, Routledge and Kagen Paul.
[1] Brockelmann,
Carl, 1980. History of Islamc People, London, Routledge&Kegan Paul, h.246.
[2] Utrar adalah
peristiwa pembunuhan utusan Jengis Khan bersama pedagang Muslim oleh Gubernur
Khawarazan, sehingga Jengis Khan menyerang wilayah Islam termasuk Transosasia.
Lihat Ali Mufrodi, 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta, Logos
Wacana Ilmu, h.128
[3] Nasution,
Harun, 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta, UI Press, h.81.
[4] Bosworth,
C.E., 1967. The Islamic Dynasties, Edinburgh, Edinburgh University Press, h.141.
[5] Ikhan adalah
gelar yang diberikan pada Hulagu Khan dan keturunannya. Lihat Harun Nasution,
1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta, UI Press, h.80
[6] Syalabi,
Ahmad, 1979. Mansu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadlarah al-Islamiyah, juz VII,
Kairo, Maktabah al-Nahdah al-Mishiriyah, h.745
[7] Saunders, J,
1993. A History of Medievel Islam, London, Routledge, h.176
[8] Glubb, Sir
John, 1988. A Short History of the Arab People, New York, Dorset Press, h.194
[9] Lapidus, Ira
M, 2000. Sejarah Sosial Umat Islam,
terj. Ghufran A. Mas’adi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, h.427
[10] Nicholson,
R.A, A Leterary History of the Arabs, Melboure, Camcridge University Press, h.
443
[11] Mufrodi, Ali.
1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, h.128
[12] Bosworth,
C.E., 1967. The Islamic Dynasties, Edinburgh, Edinburgh University Press, h.142
[13] Lapidus, 2000.
Sejarah Sosial Umat Islam, h. 428
[14] Hitti, Philip
K, 2001. Sejarah Ringkas Dunia Arab, terj. Usuludin Hutagalung&O.D.P.
Sihombing, Yogyakarta, Pustaka Iqra, h.201
[15] Hasan, Hasan
Ibrahim, 1989. Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang, h.307
[16] Lapidus, 2000.
Sejarah Sosial Umat Islam, h. 430
[17] Mufrodi, Ali.
1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab,, h.134
[18] Hasan, Hasan
Ibrahim, 1989. Sejarah Kebudayaan Islam, h.312
[19] Encyclopedia
Britannica, Inc, 1978. The Arab, People and Power, United State, US America,
h.112
[20] Al-Nasir,
Mahmud, 1994. Islam Konsepsi dan
Sejarahnya, terj. Adang Affandi, Bandung, Remaja Rosdakarya, h.343
[21] Wajdi,
M.Farid, tt. Dayrah al-Ma’arif li al-Qorn al-Isyrin, Bairut, al-Maktabah
al-Ilmiyyah al-Jadidah, h.730
[22] Bosworth,
C.E., 1967. The Islamic Dynasties, h.191
[23] Lapidus, 2000.
Sejarah Sosial Umat Islam, h. 432-433
[24] Nasution,
Harun, 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta, UI Press,
h.81
[25] Al-Nasir, 1994.
Islam Konsepsi..., h. 415
[26] Lapidus, 2000.
Sejarah Sosial....., h. 434
[27] Syalabi,
Ahmad, 1979. Mansu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadlarah al-Islamiyah, juz V,
Kairo, Maktabah al-Nahdah al-Mishiriyah, h.652
[28] Al-Nasir, 1994.
Islam Konsepsi....h.415
[29] Lapidus, 2000.
Sejarah Sosial....h.435
[30] Lapindus, 2000.
Sejarah Sosial..h.434
[31] Hamka, Sejarah
Kebudayaan Islam, III, Jakarta, Bulan Bintang, 1981, h. 57
[32] Lapidus, 2000.
Sejarah Sosial.......,h. 439-440
[33] Lapindus,
2000, Sejarah Sosial......h. 431-432
[34] Lapindus,
2000. Sejarah Sosial......h.430
[35] Britannica,
Inc, The Arab....., h.112
Tidak ada komentar:
Posting Komentar