Kamis, 15 Desember 2016



GELIAT DUNIA ISLAM DI BAWAH KEKUASAAN MONGOL ILKHANIYAH DAN TIMURIYAH

Oleh : Mashudi Zusro, S.H.,M.Si
Sekolah Tinggi Agama Islam Grobogan (STAIG)
Maszoesfizoes@ymail.com
Jl. Kapten Rusdiyat 1 Kablukan Danyang Kec. Purwodadi Kab. Grobogan



ABSTRAK
Terjadinya disintegrasi politik telah membawa geliat dunia umat Islam kepada perbedaan paham agama (firqoh-firqoh) dan terjadi perpindahan pusat-pusat kebudayaan dari satu wilayah ke wilayah kekuasaan Islam yang lain. Kondisi semacam ini merupakan parameter bahwa kejayaan dunia Islam mulai memasuki masa-masa kemundurannya. Puncak masa kemunduran kejayaan umat Islam diawali dengan penaklukan dan penghancuran pusat kekuasaan khalifah Abbasiyah yaitu di kota Baghdad oleh Hulagu Khan dari keturunan bangsa Mongol pada tahun 1258 M. Kota Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban yang melambangkan “The Golden Age of Islam Societies” atau kota seribu satu malam pada waktu itu lenyap dihancurkan dan dibumihanguskan.

Key Word : dinasti abbasyiah, disintegrasi, mongolia, masa kemunduran dunia islam

I.       Pendahuluan
Secara bertahap, bangsa Mongol di bawah kekuasaan Jengis Khan berusaha memperluas daerah kekuasaannya dengan menaklukkan wilayah kekuasaan Islam, setelah tahun 1215 M berhasil menaklukkan kerajaan Cina, sehingga dapat menguasai daerah Peking.[1] Peristiwa Utrar [2] pada tahun 1218 M menjadi pemicu utama percepatan invasi bangsa Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Pertama bangsa Mongol menuju Turki dan Samarkand. Pada awalnya mereka mendapat perlawanan yang sangat berat dari penguasa Khawarazan, Sultan ‘Ala al-Din. Beberapa tahun kemudian, mereka berhasil menaklukkan daerah kekuasaan Islam seperti, Bukhara, Transoxania, Hamaz dan Qurwin sampai ke wilayah Irak.
Selanjutnya, serangan dan penghancuran terhadap wilayah kekuasaan Islam dilakukan oleh Timur Lenk salah seorang keturunan Jengis Khan (Mongol) yang kemudian tampil sebagai pemimpin suku Tartar. Timur Lenk sudah menjadi seorang Muslim ketika melakukan penyerangan dan penaklukan terhadap wilayah kekuasaan Islam, akan tetapi darah kebiadaban dan kekejaman nenek moyangnya masih melekat kuat pada diri pribadinya. Karena itu, bukti kekejaman Timur Lenk dapat dilihat melalui pembunuhan-pembunuhan massal yang pernah dilakukannya, lalu mengoleksi tegkorak dan kepala musuh-musuh yang dibunuhnya untuk mendirikan piramid.[3] Hal ini terdapat di wilayah kekuasaan Islam yang penduduknya tidak mau tunduk dan menyerah kepadanya.
Dalam pembahasan selanjutnya, penulis akan mengkaji tentang sejarah dan kehidupan bangsa Mongol. Islam di bawah kekuasaan dinasti Mongol, kontribusi kekuasaan dinasti Mongol pada dunia Islam.

II.      Sejarah dan Kehidupan Bangsa Mongol
Nenek moyang bangsa Mongol adalah Yesugaey, tokoh suku Mongol pertama, ia merupakan Bapak dari  Jengis Khan.[4] Dia mempunyai dua putra yaitu Tartar dan Mongol, yang kelak dikemudian hari kedua putranya melahirkan dua suku besar yaitu suku Tartar dan suku Mongol. Pada perkembangan selanjutnya, suku Mongol mempunyai seorang keturunan yang bernama Ikhan (Hulagu Khan)[5] putra dari Tului yang menjadi pemimpin bangsa Mongol terkenal dikemudian hari.[6]
Dalam sejarah kehidupannya, pada awalnya bangsa Mongol adalah masyarakat hutan yang mendiami daerah hutan Siberia dan pegunungan Mongolia disekitar danau Baikal bagian utara daratan Cina. Bangsa Mongol terkenal sebagai penakluk Steppa (padang rumput) dan penunggang-penunggang kuda yang handal. Sebagai orang-orang pengembara, bangsa Mongol mempunyai watak yang keras, berani, beringas dan suka berperang, bahkan mereka berani menghadapi maut untuk mencapai suatu keinginan. Akan tetapi di sisi lain, mereka juga mempunyai sikap taat, patuh dan punya loyalitas yang tinggi kepada pemimpin mereka.
Dari segi agama bangsa Mongol adalah penganut kepercayaan Syamaniah, yaitu menyembah bintang-bintang dan sujud kepada matahari yang sedang terbit, tetapi pada perkembangan selanjutnya keturunan bangsa Mongol ada yang memeluk agama Kristen, Budha dan Islam. Walaupun dalam rentang waktu yang cukup pajang penampilan bangsa Mongol dalam kehidupannya sangatlah sederhana seperti, berburu, memancing, menukar kulit binatang dengan binatang yang lain dengan bangsa Turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka.[7]

III.    Dunia Islam di Bawah Kekuasaan Mongolia
          1. Islam Di bawah Kekuasaan Mongol Ilkhaniyah
Sebelum penulis mengkaji lebih lanjut tentang kondisi dunia Islam di bawah kekuasaan Mongol Ikhaniyah, penulis akan memaparkan terlebih dahulu bagaimana proses penaklukan wilayah Islam selama berlangsungnya invasi bangsa Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Kemudian, pengaruh konflik agama dan perebutan wilayah kekuasaan keturunan bangsa Mongol pada kondisi dunia Islam.
Sejarah telah mencatat bahwa bangsa Mongol mengalami kemajuan pesat pada akhir abad 12 M dan awal abad 13 M terutama di bawah kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan yang berhasil mempersatukan 13 kelompok suku yang ada pada masa kekuasaannya. Setelah wafat, dia digantikan oleh putranya bernama Timujin, kemudian dia mendapat gelar dari persatuan kepala suku Mongol dengan sebutan Jengis Khan (Raja yang Perkasa).[8]
Pada masa Jengis Khan kekuasaan Mongol sangat luas meliputi Asia Timur, Timur Tengah, Eropa dan seluruh Eurosia (Eropa Tengah) sampai wilayah pasifik.[9] Sepanjang proses penaklukan wilayah kekuasaan Islam tercatat bahwa tentara bangsa Mongol sangatlah kejam dan biadab. Mereka selalu melakukan pengrusakan, pembakaran pada setiap wilayah Islam yang mempunyai peradaban tinggi dan megah dengan sistem “bumi hangus”, penduduknya dibunuh secara secara keji dan biadab.[10] Pembumihangusan wilayah Islam yang disertai dengan insiden berdarah banyak dialami oleh umat Islam pada waktu itu.
Setelah menaklukkan wilayah kekuasaan umat Islam satu persatu, kemudian dalam menjalankan roda pemerintahannya Jengis Khan menetapkan sebuah peraturan yang bernama “al-Yasa”,[11] yaitu undang-undang yang berisi tentang hukuman dan ancaman bagi orang-orang yang melakukan perbuatan buruk seperti zina, membunuh, berbohong dan membantu tawanan perang tanpa izin penguasa. Al-Yasa berisi ketentuan tentang pembebasan pajak terhadap keluarga Nabi Muhammad saw, para penghafal al-Qur’an, ulama, tabib, pujangga, mu’azin, larangan membuat persengketaan antara agama serta cara-cara memberikan penghormatan kepada penguasa.
Bangsa Mongol mengatur wilayah kekuasaannya yang sangat luas itu dengan menggunakan sistem sentralisasi, padahal secara politik pemerintahan dan administrasi negara mereka tidak piawai dan handal.[12] Oleh sebab itu, bangsa Mongol harus membentuk peraturan negara-negara taklukan dan kelas-kelas resmi bagi negara tersebut untuk mengumpulkan pajak, seperti di Uyghur, Persia dan Cina. Dalam penerapan kebijakan ini melibatkan banyak orang Budha. Dan sebelum wafat (1265 M), Jengis Khan membagi imperiumnya yang sangat luas itu kepada empat putranya, Jachi sebagai putra tertua mendapatkan daerah Siberia bagian barat sampai Rusia bagian selatan termasuk Khawarazan. Putra kedua yaitu Chaghatay mendapatkan daerah Transoxania sampai daerah bagian Turkistan timur (Cina). Putra ketiganya, Ogedey mendapatkan wilayah Pamirs dan Tien Syan. Dan putra yang paling muda, Tului mendapatkan daerah Mongolia sendiri.
Pembagian kekuasaan tersebut dimaksudkan untuk menciptakan administrasi negara yang baik, akan tetapi justru sebaliknya dengan pembagian wilayah tersebut keturunan Jengis Khan terjadi perebutan kekuasaan diantara mereka. Kondisi ini sebagai akibat dari sifat ambisius yang melekat pada sistem pemerintahan bangsa Mongol yang tidak ada model suksesi yang baku dan tidak ada sarana yang dapat menjamin persatuan.[13] Terjadinya permusuhan dikarenakan perebutan kekuasaan sesama keturunan bangsa Mongol yang melahirkan banyak negara mandiri, seperti rezim Mongol di Mongolia dan Cina, Golden Horde di wilayah padang rumput utara, Chaghatay di Transoxania dan Turkistan Timur, rezim Ikhan di Iran dan Anatolia. Demikian pula perbedaan agama membawa mereka kepada permusuhan dan perpecahan seperti antara Khan Agung di Peking memeluk agama Budha, sedangkan Khan-Khan Agung di Asian Barat dan Rusia memeluk agama Islam.
Kondisi ini memberikan harapan segar terhadap keberadaan agama Islam pada waktu itu, walaupun di Asia Barat penaklukan wilayah kekuasaan Islam oleh Hulagu Khan semakin meluas, bahkan dia mendirikan dinasti Ikhaniyah dan Persia. Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban umat Islam yang sarat dengan khasanah ilmu pengetahuan berhasil dikuasai oleh Hulagu Khan pada tanggal 13 Februari 1258 M dengan menduduki benteng pertahanan Khalifah Mu’tasim selama satu minggu. Hulagu Khan dengan tentaranya masuk menyerbu kota Baghdad pada tanggal 10 Februari 1258 M, lalu Khalifah dan 300 pemuka kerajaan ditawan. Sepuluh hari kemudian mereka dibunuh bersama 800.000 penduduk pribumi dan Khalifah Mu’tasim sendiri tewas dalam kondisi yang sangat mengenaskan, mayatnya dimasukkan ke dalam karung kemudian diinjak-injak oleh kuda tentara Mongol. Istana, masjid, perpustakaan dan universitas sebagai lambang keemasan Bani Abbasiyah yang dibangun selama lima abad diluluhlantahkan dan dibakar.[14]
Hulagu Khan terus melakukan penaklukan kewilayah kekuasaan Islam yang lain, seperti ke Syiria dan Mesir juga berhasil menaklukkan Nablus dan Gaza 1260 M. Akan tetapi, pada ekspedisi selanjutnya mereka harus tunduk kepada ketangguhan tentara “Mamalik” pada pertempuran di ‘Ain Jalut di bawah pimpinan Qutuz dan Baybar pada tanggal 3 September 1260 M. Hulagu Khan wafat pada tahun 1265 M yang kemudian digantikan oleh putranya, Abaga (1265-1282 M) yang memeluk agama Kristen. Wilayah taklukan Hulagu Khan selanjutnya diperintah oleh dinasti Ikhaniyah, yaitu sebuah kerajaan yang didirikan oleh Hulagu Khan dan anak keturunannya. Wilayah kekuasaannya meliputi Asia Kecil di Barat dan India di Timur. Dengan demikian, umat Islam pada waktu itu dipimpin oleh raja-raja dinasti Ikhaniyah yang menganut agama Syamaniyah.
Ahmad Tagunder (1282-1284 M) tampil sebagai raja dinasti Ilkhaniyah yang ketiga dan memeluk agama Islam. Akan tetapi, dia banyak mendapat tantangan dari penguasa dinasti Mongol yang lain, yang pada akhirnya dia dibunuh oleh Arghun, kemudian menggantinya pada tahun 1284-1291 M.[15] Raja keempat ini terkenal dengan kekejamannya kepada umat Islm, dia banyak membunuh dan mengusir umat Islam dari daerah tempat tinggal mereka.
Dari beberapa periode pergantian raja dinasti Ilkhaniyah, maka sampai kepada raja yang ketujuh, yaitu Mahmud Ghazan (1295-1304 M). Pada mulanya dia adalah seorang raja yang memeluk agama Budha, kemudian masuk agama Islam dan menjadikan agama Islam sebagai agama resmi negara. Karena pengaruh seorang menterinya Rasyiduddin dan gubernurnya Nawruz, maka ia menjadi muslim yang setia dan taat terhadap ajaran agama Islam, demikian pula dengan raja-raja sesudahnya. Dengan masuknya Islam Mahmud Ghazan, memberikan suasana baru bagi perkembangan dan kemenangan agama Islam atas agama Syamaniyah serta kebebasan kepada orang-orang Persia untuk memeluk agama Islam.
Pada masa pemerintahan Mahmud Khan dunia Islam mendapat perhatian yang serius dalam bidang peradaban dan kebudayaan. Mahmud Ghazan adalah seorang raja yang mempunyai perhatian besar terhadap perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam. Ia sebagai pelindung ilmu pengetahuan dan sastra, dalam bidang ilmu pengetahuan ia sangat senang pada ilmu-ilmu alam seperti, astronomi, kimia, minerologi dan botani. Sedangkan dalam bidang sastra ia sangat gandrung pada bidang seni arsitektur. Ia juga membangun perpustakaan, observatorium, perguruan tinggi untuk mazhab Syafi’i dan Hanafi dan masih banyak bangunan lainya. Masa pemerintahannya memberikan banyak kontribusi yang sangat berharga terhadap pertumbuhan dan perkembangan peradaban umat Islam dari masa kehancurannya selama berabad-abad. Selain itu, Mahmud Ghazan juga membangun proyek irigasi dan mensponsori kemajuan pertanian dan perdagangan seperti imperium timur tengah, khususnya membuka jalur perdagangan dari Asia Tengah menuju Cina.[16] Ia meninggal muda pada usia 32 tahun karena tekanan bathin atas kekalahan pasukannya di Syiria dan adanya pemberontakan dari kelompok-kelompok yang tidak senang terhadap kepemimpinannya.
Setelah wafat, Mahmud Ghazan kemudian digantikan oleh Muhammad Khudabanda Uljeitu (1305-1317 M). Ia mendirikan ibukota kerajaan baru bernama Sultaniyah dekat Qazwin dengan model arsitektur istana khas dinasti Ilkhaniyah. Ia seorang raja beraliran Syi’ah dan menetapkan aliran syi’ah sebagai hukum resmi kerajaan.[17]
Pada masa kekuasaan Abu Sa’id (1331-1335M) pergantian raja Khudabandia Uljeitu terjadi bencana yang sangat mengerikan, yaitu bencana kelaparan dan angin topan yang disertai dengan badai dahsyat. Kondisi ini turut memperparah era kekuasaan Abu Sa’id disamping ia sendiri tidak mempunyai keturunan yang syah untuk melanjutkan tampuk kepemimpinannya. Kesempatan itu dipergunakan oleh penguasa negara-negara propinsi saling memperebutkan posisi raja dan wilayah kekuasaan. Dan pada masa-masa kritis itu, akhirnya dinasti Ilkhaniyah jatuh pada kekuasaan Timur Lenk (1336 M) dan sekaligus mengakhiri masa kekuasaan dinasti Ilkhaniyah.[18]

2. Islam di bawah Kekuasaan Mongol Timuriyah
Umat Islam berusaha bangkit kembali merekonstruksi kebudayaan dan peradaban mereka yang sudah hampir punah akibat pengrusakan dan pembakaran yang dilakukan oleh Jengis Khan. Dalam rentang waktu setengah abad, serangan kembali menghantam umat Islam, yaitu serangan dan penaklukan Timur Lenk (Timur si pincang) seorang keturunan bangsa Mongol yang tidak jauh berbeda dengan kondisi bangsa Mongol sebelumnya, yaitu banyak melakukan invasi, penaklukan wilayah yang disertai dengan pengrusakan serta pembunuhan yang sangat kejam.
Timur Lenk lahir di Usbekistan wilayah Transoxania pada tahun 1336 M. Ia berasal dari keluarga yang pernah berkuasa sebagai menteri pada dinasti bangsa Mongol.[19] Ayahnya bernama Turghay, ia adalah seorang gubernur wilayah Kisy Usbeskistan.[20] Catatan sejarah menegaskan bahwa ia mempunyai garis keturunan dari Jengis Khan, lalu ia tampil memimpin gerombolan tentara Tartar melakukan serentetan perang dan penaklukan wilayah kekuasaan pada tahun 1380 M.
Timur Lenk mulai meniti karir kepemimpinannya dengan mengabdikan diri kepada gubernur Amir Ghaza Khan. Setelah Amir wafat, datanglah serbuan dari Tughluq Timur Khan. Timur Lenk bangkit dan tampil dengan sangat berani memimpin rakyat yang belum mempunyai raja itu melawan Timur Khan. Karena keberaniannya, Timur Khan menawarkan Timur Lenk untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya. Ternyata Timur Lenk dikhianati oleh Timur Khan dengan mengangkat anaknya sendiri, yaitu Ilyas Khoraja sebagai gubernur Transoxania. Melihat kenyataan demikian, Timur Lenk dengan beringas tidak menerima perlakuan Timur Khan. Kemudian ia bersekutu dengan Amir Husain cucu Ghaza Khan untuk menggulingkan Timur Khan.
Timur Lenk mempunyai ambisi yang sangat besar untuk menjadi penguasa tunggal, sesuai dengan semboyannya “sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka bumi ini seharusnya hanya ada seorang raja”.[21] Ia tidak melihat hubungan keluarga, sahabat, teman kelompok, selama mereka berani menjadi rival dan menentang Timur Lenk, maka mereka harus dibunuh. Dan untuk meraih tujuan, ia rela menempuh berbagai macam cara agar supaya dapat mengalahkan lawannya, seperti bersekongkol, berkhianat serta tipu daya. Peristiwa penyerangan Taghluq Timur Khan, ia bersengkongkol dengan Qaza Khan dan setelah Taghluq dikalahkan, ia membunuh Qaza Khan yang merupakan iparnya sendiri dan menggantikannya sebagai raja.
Dan sebagai petualang militer, selama hidupnya Timur Lenk banyak disibukkan dengan penaklukkan militer, ia mulai menaklukkan kepala-kepala suku terkemuka yang ada di wilayah kekuasaannya, kemudian membangun kekuatan pasukannya.[22] Pada tahun 1370 M, ia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxania untuk meneruskan imperium Chaghatay keturunan Jengis Khan dengan ibu kota dinasti, yaitu Samarkhand.[23]
Dinasti Timur Lenk berkuasa sampai pertengahan abad ke XV. Kedatangannya ke wilayah kekuasaan Islam juga membawa kehancuran, keganasan Timur Lenk digambarkan oleh pembunuhan massal yang dilakukannya di kota-kota yang tidak mau menyerah dan tunduk. Di kota-kota yang telah ditundukkan ia mendirikan piramid dari tengkorak rakyat yang telah dibunuh. Di Delhi misalnya, ia menyembelih 80.000 penduduknya dan di Aleppo lebih dari 20.000 ribu orang dibunuh.[24] Timur Lenk melakukan penaklukkan yang sangat luar biasa, pada tahun 1381 M Khawarazan dapat dikuasainya, kemudian menaklukkan ke Kabul, India, Persia, Irak, Syiria Utara serta Asia Kecil.[25] Ia berusaha mengembalikan wilayah-wilayah yang pernah ditaklukkan oleh Jengis Khan. Imperium Timuriyah terbentang luas dari India sampai laut Marmara. Serangan Timur Lenk ke Asia Kecil disebabkan karena Sultan Bayazid I penguasa Usmani mencaplok wilayah kekuasaannya di Kamman, Kayseri, Tukat Sivas dan Kastamuni. Pada tahun 1400 M terjadi pertempuran antara Timur Lenk dengan Bayazid I di Sivas dan dalam pertempuran itu Sulltan mengalami kekalahan dan ditawan oleh Timur Lenk sampai wafat.
Untuk memerintah imperiumnya, Timur Lenk mengangkat beberapa putra dan cucunya sebagai gubernur propinsi dengan membatasi kekuasaan serta memutasikan mereka.[26] Ia melatih sejumlah jendral serta mengirim mereka kedaerah-daerah yang menjadi imperiumnya, melatih para pejabat pengumpul pajak dan wakil-wakil pribadinya untuk mengawasi penerapan undang-undang negara dan penguasa yang nantinya akan bertanggungjawab langsung kepada Timur Lenk. Sepanjang masa kekuasaannya Timur Lenk terkenal sebagai raja yang sangat biadab kepada penentangnya, brutal dalam melakukan pengrusakan dan penghancuran terhadap peradaban dan kebudayaan umat Islam. Akan tetapi, Timur Lenk sebagai seorang muslim, ia ingat dan memperhatikan pengembangan Islam. Menurut catatan sejarah, ia adalah seorang yang beraliran Syi’ah dan Tariqah Naqsabandiyah. Dalam perjalanannya, ia selalu membawa para ulama, sastrawan dan seniman serta sangat menghormati para ulama dan ilmuwan. Misalnya, ketika dalam menaklukkan Syiria Utara ia menerima dengan hormat kedatangan sejarawan terkenal Ibnu Khaldun yang diutus oleh Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian.[27]
Kemajuan kebudayaan dan peradaban dunia Islam pada masa Timur Lenk dapat dilihat di kota Samarkand. Ia mendatangkan para ahli seniman arsitek, pekerja dan tukang-tukang terbaik dari semua negeri yang telah ditaklukkan mulai dari Delhi sampai Damaskus.[28] Bersama para ahli tersebut, ia menatakota ini dengan sangat indah, bangunan-bangunan besar didirikan, masjid-masjid yang dibangun turut mewarnai keberadaan agama Islam pada waktu itu. Dari segi perekonomian, ia menjadikan kota Samarkand sebagai pusat perdaganan internasional mengambil alih kedudukan Baghdad dan Tabriz.
Setelah Timur Lenk wafat (1405 M), kekuasaan dilanjutkan oleh saudaranya Shakh Rukh (1407 – 1447 M), Ia adalah seorang muslim yang taat, turut dalam sholat berjama’ah, tekun dalam menjalani puasa romadlon, suka mendengar bacaan ayat-ayat al-qur’an dan selalu memerangi minuman keras.[29] Sepeninggalnya, Ia digantikan oleh anaknya Ulugh Beg (1447 – 1449 M) seorang raja yang sholeh dan ahli ilmu pengetahuan. Ulugh Beg menjadikan Tranxosania sebagai kota pusat kemajun arsitektur, kefilsafatan dan keilmuan muslim. Ia adalah seorang musisi, pujangga dan astronomer yang membangun observatori untuk kepentingan murid-muridnya.
Pada masa kekuasaannya, di Bukhara terjadi konflik antara kaum sufi Naqsabandiyah dengan tokoh-tokoh politik, Ulugh Beg berusaha mendamaikan mereka dengan menghadiahkan kepada kaum sufi beberapa madrasah, masjid dan khanaqah di Samarkand dan Bukhara.[30] Kekuasaan Ulugh Beg hanya berlangsung selama dua tahun, karena Ia dibunuh oleh anaknya yang haus dengan kekuasaan, yaitu ‘Abdul al-Latif (1449 – 1450 M) dan pada masa iniliah dinasti Timuriyah mulai terjadi konflik sehingga menimbulkan perpecahan. Wilayah yang sangat luas mulai diperebutkan oleh dua suku baru Turki, yaitu Kara Koyunlu (Domba Hitam) dan AK Koyunlu (Domba Putih). Abu Sa’id sendiri terbunuh dipertempuran dalam melawan penguasa AK Koyunlu di Uzun Hasan.[31]

IV.    Kontribusi Dinasti Mongol Pada Dunia Islam
Apakah sumbangan kekuasaan bangsa Mongolkepada dunia Islam yang patut dicatat ? Sepintas pertanyaan ini cukup berat untuk dijawab oleh setiap umat Islam, karena bangsa Mongol dan keturunannya identik dengan kekerasan serta kebiadaban. Sebagai gambaran, selama invasi wilayah kekuasaan ke dunia Islam, tidak terhitung segudang kebudayaan dan peradaban Islam yang telah dihancurkan, beribu-ribu nyawa umat Islam yang tidak berdosa dibantai, termasuk khalifah Mu’tasim dan semua keluarganya.
Jika kita merujuk pada catatan sejarah tentang karateristik bangsa Mongol, tentu kita akan mengatakan dengan berbisik bahwa kebaikan dan sumbangan bangsa Mongol ke dunia Islam pada waktu itu hanya bersifat penawar, supaya umat Islam tenang menyaksikan mereka melakukan invasi dan penaklukan ke wilayah kekuasaan Islam, kemudian dengan mudah mereka dapat meraih tujuan-tujuan mereka untuk menjadi penguasa besar di negara-negara Islam.
Dan umat Islam berhak memberikan penilaian dari perspektif apapun kepada bangsa Mongol, akan tetapi kita harus melihat dengan bijak bahwa dinasti bangsa Mongol telah turut memberikan warna dan andil pada proses kesinambungan kebudayaan dan peradaban umat Islam dari suatu masa ke masa berikutnya. Secara singkat akan penulis sebutkan beberapa tipologi kontribusi dinasti bangsa Mongol ke dunia Islam, sebagai berikut :
1.    Motif Keagamaan, dalam masa penaklukan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah Islam, tenntu bangsa Mongol selalu bergaul dengan masyarakat muslim. Dari proses pembauran ini, bangsa Mongol secara bertahap dapat menerima ajaran Islam, bahkan mereka memeluk agama Islam, seperti yang dialami oleh Ahmad Taguder Khan dan Mahmud Ghazan Khan, kemudian mereka menjadi Islam sebagai agama resmi negara. Selanjutnya pada masa raja khadaband Uljaitu Khan menjadikan aliran Syi’ah sebagai hukum resmi negara. Ini terjadi pada masa dinasti Mongol Ilkhaniyah. Demikian juga pada masa dinasti Mongol Timuriyah, Timur Lenk sendiri adalah seorang muslim dan sebagai penganut thariqat Naqsabandiyah yang kemudian dilanjutkan oleh keturunannya Shah Rukh dan Ulugh Beg. Mereka adalah raja-raja muslim yang sholeh dan taat dalam menjalankan amar ma’ruf wa nahi munkar pada masa kepemimpinan mereka. Selain thariqat Naqsabandiyah, pada masa dinasti Mongol Timuriyah muncul gerakan kaum sufi yang turut memberikan sumbangan terhadap keberadaan agama Islam, seperti thariqat Kubrawi di Iran Barat, yaitu sebuah gerakan memikat orang-orang untuk memeluk agama Islam, thariqat Hurufiyah, thariqat Sarbadar serta gerakan thariqat Safawiyah.[32]
2.    Motif Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, terinspirasi oleh dukungan dinasti Mongol Ilkhaniyah yang sangat besar, maka penulisan sejarah dan seni lukis, seni ilustrasi manuskrip berkembang dengan subur. Tabriz menjadi menjadi pusat sekolahan yang berkembang pesat waktu itu. Ada beberapa tulisan sejarah karya Rasyid al-Din yang disalin dan diilustrasikan. Seni lukisan dan kebudayaan Cina diperkenalkan di masyarakat Islam Persia, misalnya terdapat karya al-Juwaini (1226-1283 M), yaitu History of the World Conquerors yang mengisahkan tentang Jengis Khan dan penaklukan Iran.[33] Kemudian dinasti Mongol Ilkhaniyah melanjutkan konsep-konsep bangsa Mongol tentang otoritas dan politik. Sedangkan pada masa dinasti Mongol Timuriyah kemajuan ilmu pengetahuan berlangsung pada raja Ulugh Beg. Ia adalah seorang ilmuwan dan antronomer dengan observatorinya ia mengajar murid-muridnya tentang ilmu perbintangan yang dikemudian hari sangat bermanfaat bagi dunia Islam.
3.    Motif Material, sekitar 50 tahun umat Islam berada dalam masa-masa sulit yang penuh dengan penderitaan serta kehancuran akibat serangan, penaklukan wilayah kekuasaan Islam oleh Jengis Khan. Suasana baru yang sangat berpengaruh ke dunia Islam adalah pada masa Mahmud Ghazan Khan (Raja ke VII). Ia mulai membangun serta merenovasi beberapa kota yang telah hancur, membangun proyek irigasi, mengatur sistem pertanian dan perdagangan.[34] Dilanujtkan pada masa dinasti Mongol Timuriyah sebagai babak baru yang memberikan sebuah harapan yang lebih besar bagi umat Islam untuk merekonstruksi, menata kembali kebudayaan dan peradaban mereka yang hampir sirna, terlebih lagi dinasti Mongol Timuriyah dan keturunannya adalah penganut agama Islam. Dan pada masa dinasti Mongol Timuriyah perkembangan dunia Islam secara fisik mengalami kemajuan yang luar biasa dari masa sebelumnya, raja-raja Timuriyah memberikan perhatian serius terhadap perkembangan peradaban fisik dunia Islam, seperti mendatangkan para ahli-ahli arsitektur dari semua daerah kekuasaan mereka untuk membangun kota Samarkand sebagai pusat dinasti Timuriyah. Kota Samarkand dibangun dengan penataan kotanya yang sangat indah, bangunan-bangunan besar untuk kepentingan umat Islam didirikan, seperti masjid, madrasah, dan khalaqah. Demikian juga fasilitas umum, seperti, pasar, toko dan bangunan umum. Dan sekitar tahun 1400 M Timur Lenk dengan pasukan gajahnya mengangkut batu-batu besar dari India ke Samarkand untuk membangun masjid.[35] Dinasti Mongol Timuriyah dan umat Islam pada waktu itu bahu-membahu membangun kembali berbagai macam fasilitas negara mereka.

V.      Penutup
Demikian sekilas diskripsi kondisi umat Islam selama berada di bawah kekuasaan bangsa Mongol Ilkhaniyah dan Timuriyah. Pada masa kekuasaan Jengis Khan, umat Islam mengalami masa kehancuran yang sangat berat. Selain kerugian materiil, umat Islam juga telah kehilangan banyak nyawa-nyawa yang tidak berdosa, pembunuhan terhadap para ilmuwan, sejarawan dan para tokoh agama, sehingga terputus rantai perkembangan kebudayaan dan peradaban umat Islam. Dan jika melihat dari segi kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang dicapai pada masa dinasti Mongol, maka tidak seimbang dengan pengrusakan serta penghancuran yang telah dilakukan terhadap kejayaan dunia Islam, seperti penghancuran perpustakaan yang disertai dengan pembakaran buku-buku, penghancuran universitas-universitas dan masjid-masjid baik peninggalan dinasti Umayyah di Damaskus maupun dinasti Abbasyiah di Baghdad.
Usaha-usaha untuk mengembalikan kebudayaan dan peradaban umat Islam berlangsung pada masa dinasti Ilkhaniyah, yaitu pada masa raja Mahmud Ghazan Khan dan dinasti Timuriyah, yaitu pada masa raja Ulugh Beg. Walaupun usaha ini tidak akan pernah sanggup mengembalikan kebudayaan dan peradaban dunia Islam pada posisi keemasannya, akan tetapi usaha ini patut dihargai oleh umat Islam, karena andil dan sumbangan dinasti-dinasti tersebut telah menjadi jembatan penyambung eksistensi kebudayaan dan peradaban Islam sampai dewasa ini.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Nasir, Mahmud, 1994. Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Terj. Adang Affandi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Bosworth, Clifford Edmund, 1993. Dinasti-dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan, Bandung, Mizan.

.............................................. , 1980. The Islamic Dynasties, Edinburgh, Edinburgh University Press.

Brittanica, Inc, Encyclopedia, 1978. The Arab : People and Power, United State, US of America.

Brockelmann, Carl, 1980. History of Islamic Power, London, Routledge and Kagen Paul.

Hitti, Phillip K, 2001. Sejarah Ringkas Dunia Arab, Terj. Usuludin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing, Yogyakarta, Pustaka Iqra.

Glubb, Sir John, 1988. A Short History of the Arab People, New York, Dorset Press.

Hamka, 1981. Sejarah Kebudayaan Islam III, Jakarta, Bulan Bintang.

Hasan, Ibrahim Hasan, 1989. Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang.

............................................... , 1967. Tarikh al-Islam, Juz IV, Kairo, Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah.

Lapidus, Ira M, 2000. Sejarah Sosial Umat Islam, Jilid I dan II, Terj. Gufron A. Mas’adi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Mufrodi, Ali, 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta, Logos Wacana Ilmu.

Nasution, Harun, 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta, Uniersitas Indonesia Press.

Nicholson, R.A, 1993. A Literary History of the Arabs, Melbourne, ambridge University Press.

Saunders, J, 1993. A History of Medieval Islam, London, Routledge and Kagen Paul.


[1] Brockelmann, Carl, 1980. History of Islamc People, London, Routledge&Kegan Paul, h.246.
[2] Utrar adalah peristiwa pembunuhan utusan Jengis Khan bersama pedagang Muslim oleh Gubernur Khawarazan, sehingga Jengis Khan menyerang wilayah Islam termasuk Transosasia. Lihat Ali Mufrodi, 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, h.128
[3] Nasution, Harun, 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta, UI Press, h.81.
[4] Bosworth, C.E., 1967. The Islamic Dynasties, Edinburgh, Edinburgh University Press, h.141.
[5] Ikhan adalah gelar yang diberikan pada Hulagu Khan dan keturunannya. Lihat Harun Nasution, 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta, UI Press, h.80
[6] Syalabi, Ahmad, 1979. Mansu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadlarah al-Islamiyah, juz VII, Kairo, Maktabah al-Nahdah al-Mishiriyah, h.745
[7] Saunders, J, 1993. A History of Medievel Islam, London, Routledge, h.176
[8] Glubb, Sir John, 1988. A Short History of the Arab People, New York, Dorset Press, h.194
[9] Lapidus, Ira M, 2000. Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufran A. Mas’adi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, h.427
[10] Nicholson, R.A, A Leterary History of the Arabs, Melboure, Camcridge University Press, h. 443
[11] Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, h.128
[12] Bosworth, C.E., 1967. The Islamic Dynasties, Edinburgh, Edinburgh University Press, h.142
[13] Lapidus, 2000. Sejarah Sosial Umat Islam, h. 428
[14] Hitti, Philip K, 2001. Sejarah Ringkas Dunia Arab, terj. Usuludin Hutagalung&O.D.P. Sihombing, Yogyakarta, Pustaka Iqra, h.201
[15] Hasan, Hasan Ibrahim, 1989. Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang, h.307
[16] Lapidus, 2000. Sejarah Sosial Umat Islam, h. 430
[17] Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab,, h.134
[18] Hasan, Hasan Ibrahim, 1989. Sejarah Kebudayaan Islam, h.312
[19] Encyclopedia Britannica, Inc, 1978. The Arab, People and Power, United State, US America, h.112
[20] Al-Nasir, Mahmud, 1994. Islam Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi, Bandung, Remaja Rosdakarya, h.343
[21] Wajdi, M.Farid, tt. Dayrah al-Ma’arif li al-Qorn al-Isyrin, Bairut, al-Maktabah al-Ilmiyyah al-Jadidah, h.730
[22] Bosworth, C.E., 1967. The Islamic Dynasties, h.191
[23] Lapidus, 2000. Sejarah Sosial Umat Islam, h. 432-433
[24] Nasution, Harun, 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta, UI Press, h.81
[25] Al-Nasir, 1994. Islam Konsepsi..., h. 415
[26] Lapidus, 2000. Sejarah Sosial....., h. 434
[27] Syalabi, Ahmad, 1979. Mansu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadlarah al-Islamiyah, juz V, Kairo, Maktabah al-Nahdah al-Mishiriyah, h.652
[28] Al-Nasir, 1994. Islam Konsepsi....h.415
[29] Lapidus, 2000. Sejarah Sosial....h.435
[30] Lapindus, 2000. Sejarah Sosial..h.434
[31] Hamka, Sejarah Kebudayaan Islam, III, Jakarta, Bulan Bintang, 1981, h. 57
[32] Lapidus, 2000. Sejarah Sosial.......,h. 439-440
[33] Lapindus, 2000, Sejarah Sosial......h. 431-432
[34] Lapindus, 2000. Sejarah Sosial......h.430
[35] Britannica, Inc, The Arab....., h.112

Tidak ada komentar:

Posting Komentar